CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Jumat, 23 Oktober 2009

cerita tragis cinta pertamaku

CERITA TRAGIS
CINTA PERTAMAKU

Hari ini adalah hari ke-20 pada bulan Oktober, tepatnya di hari Selasa, dan pertama kalinya aku belajar renang. Saatnya bagi siswa siswi SMP Taruna Bhakti untuk mengikuti ekstrakurikuler renang. Di sekolah, aku sepakatan sama teman-temanku untuk berangkat bersama ke kolam renang pukul 3 sore. Kami janjian untuk berkumpul dan berangkat dari rumahku.
Sebelumnya, perkenalkan, aku adalah Erdhio Kusuma Wijaya, dan biasa disapa Erdhio. Aku adalah siswa kelas 9 G, SMP Taruna Bhakti.
Sore ini, sekitar pukul 14.15, ketiga temanku – Dody, Anda, dan Nurkholis sudah siap di halaman rumahku dengan sepeda motornya masing-masing.
“Brother, ayo kita berangkat !” ucap Andra yang kelihatan sudah tak sabar.
“Okey, Sob” ucapku, Dody, dan Nurkholis kompak.
Kami berjalan beriring-iringan dengan penuh semangat dan suka ria. Pakaian renang sudah kami persiapkan dari rumah.
Pak Wahono, guru olahraga kami menyuruh kami berkumpul.
“Anak-anak sebelum mulai berenang ktia harus mengadakan pemanasan dulu. Tujuannya agar otot-otot kita tidak kaku”
“Apakah berbahaya jika otot kaku, Pak?” tanya Andra.
“Betul tanpa pemanasan, otot bisa kejang-kejang/kram. Kitapun jadi tidak bergerak akibatnya kita bisa tenggelam.”
“Dalam belajar renang, kita harus tenang, jangan takut tenggelam. Usahakan agar segera dapat menguasai salah satu gaya renang.”
“Gaya renang itu kan macam-macam” kata Andra yang sudah tak sabar turun ke air.
“Betul, ada gaya katak, punggung, kupu-kupu, dan gaya bebas.”
Beberapa saat kemudian setelah menerima penjelasan dari Pak Wahono membimbing kami satu per satu penuh kesabaran.
Tanpa mengenal lelah, kami terus belajar dan belajar. Walaupun belum menguasai benar, kami terus berusaha.
“Ah, ternyata berenang itu sangat menyenangkan.” Gumamku dalam hati.
Setelah kurang lebih 45 menit aku berusaha berenang, aku merasa agak kedinginan, dan kuputuskan untuk naik ke tepi kolam saja. Tiba-tiba, pandanganku mengarah pada tiga cewek yang tengah bercanda di kolam renang. Dan satu dari tiga cewek itu yang tercantik. Dia berambut hitam panjang, berkulit kuning langsat, dan wajahnya imut dan manis. Aku sangat tertarik sama cewek satu itu daripada kedua temannya. Diam-diam, aku menyukainya. Tuhan, siapakah dia? Hatiku berdebar-debar jika melihatnya. Aku ikut tersenyum jika dia sedang tertawa.
Tiba-tiba………
“HYAAAAAAAA…!!”
BYUUUUUUUURRRRRRRR!!
Aku didorong ke kolam, tepat di depan cewek yang kuperhatikan tadi oleh ketiga temanku. Otomatis, aku sangat malu.
“Hahahahahahahaha..!!” ketiga temanku menertawakanku yang megap-megap.
“Awas aja kalian, yaaa…!!”
Cewek yang tadi kuperhatikan tertawa cekikikan dengan kedua temannya, melihatku yang didorong ketiga temanku. Aku segera naik ke tepi kolam, dan berjalan menjauh dari cewek itu.
Ketiga temanku datang menghampiriku dengan muka jahil. Rasanya, ada hawa negatif yang mengancamku saat ini. Tiba-tiba, Andra dan Nurkholis mencengkeram lenganku, dan menyeretku ke tempat cewek tadi.
“Hei…! Apa-apaan, sih kalian nih? Lepasin, gak?” aku memberontak. Ketiga temanku hanya cengengesan dan terus menyeretku. Akhirnya, aku pasrah saja.
Setibanya di dekat kolam, cewek tadi…..
“Hei ! Dik! Yang pake baju putih! Sini, deh !” teriak Dody pada cewek yang kuperhatikan tadi.
“Aku, kak?!”
“Ya ! Kamu!”
“Hei! Apa-apaan sih? Plis, deh ! Nggak usah kayak gini, kali!” aku meronta
“Biasa aja, kaliiii!? Kamu kan, suka sama diaaa!?”
Cewek itu naik ke tepi kolam, dan berjalan mendekat ke arah kami. Jantungku berdebar-debar, perasaanku campur aduk. Senang, gugup, grogi, dan sebel. Sebel sama teman-temanku yang super jahil ini.
“Ada apa, ya kak?” tanya cewek tadi kepada Dody.
“Gini lho, Dik, temen kami yang satu ini pengen kenalan sama kamu”
“Ooo?” cewek itu manggut-manggut
Aku semakin gemetaran.
“Sana! Kenalan sana! Hahahaahahaa!” teman-temanku mendorongku, lalu meninggalkan aku berdua sama cewek tadi.
“Woi…!!” teriakku. Tapi, tak ada gunanya lagi. Mereka gak bakal kembali. Tinggal aku sendiri yang blingsatan, dan si cewek yang memandangku aneh.
“Eeehhh, anu, kenalin, aku Erdhio,” kataku gugup pada cewek tadi.
“Iya, aku Zahra..Salam kenal..” jawabnya ramah.
Aku jadi salting. Ternyata selain dia cantik, dia juga baik hati, ramah, dan tidak sombong. Mukaku terasa panas.
“Ng…, kamu anak sekolah mana, Dik?”
“SMP Tunas Harapan, Kak”
“Terus, rumah kamu di mana?”
“Rumahku nggak aku bawa, Kak..”
“Hehehehe…kamu itu ada-ada aja, deh! Aku serius, nih…”
“Sorry deh..Rumahku di Perumahan Citra Damai blok A nomor 15”
“Ooohh? Kapan-kapan aku boleh maen ke rumah kamu? Because, rumahku juga di Perumahan Citra Damai Blok B nomor 9”
“Woooh, berarti kita masih tetangga, dong?” kata Zahra dengan mata berbinar.
Aku cuma bisa mengangguk.
“Ya, kapan-kapan Kakak mampir aja ke rumahku !”
“OK !” jawabku sambil mengacungkan jempol.
“Ng…ya udah, ya Kak? Aku ditunggu sama teman-temanku yang paling cerewet, tuh” kata Zahra mengakhiri pembicaraan kita.
“O iya” jawabku singkat.
Aku merasa sangat senang. Ternyata Zahra itu orangnya asyik, baik, dan agak kocak. Aku jadi semakin menaruh hati padanya. Aku terpaku sejenak. Lalu, kuputuskan untuk mandi, ganti baju, lalu pulang.
Keesokan harinya, setelah bel pulang sekolah berbunyi, aku berniat untuk langsung main ke rumah Zahra. Aku berdandan sekeren mungkin di kamar mandi sekolah. Setelah itu, tanpa basa-basi, aku segera menuju ke rumah Nurkholis untuk mengambil sepeda motorku yang kutitipkan – karena di sekolah bila siswa memakai motor, dan diparkir di sekolah, akan kena sanksi..
Setelah ku ambil sepeda motorku, aku segera melaju ke rumah Zahra. Seperempat jam kemudian, aku sampai di rumah Zahra. Tapi…, betapa terkejutnya aku ketika Zahra sedang bercakap-cakap dengan akrabnya, dengan seorang cowok di teras rumahnya.
Hatiku sungguh hancur. Aku berniat untuk kembali pulang saja. Tapi terlambat. Zahra mengetahui kedatanganku, dan dia memanggilku untuk ke sana. Aku tak kuasa menolaknya.
“Kak!! Kak Erdhio!! Sini!!” teriak Zahra sambil melambai-lambaikan tangannya padaku. Aku hanya mengangguk dan tersenyum getir. Aku memarkir motorku di halaman rumah Zahra yang sangat luas. Aku melangkah gontai ke arah mereka berdua.
“Kak Erdhio ini, lemot banget, sih?” kata Zahra sambil menghampiriku dan menyeret lenganku.
“Sayang, nih, kenalin teman baruku, Kak Erdhio!” kata Zahra pada cowok berambut cepak itu.
Sayang !! Zahra menyebut cowok itu sayang!? Perasaanku menjadi tak karuan. Kaget, minder, sedih, marah,dan kecewa, berkecamuk menjadi satu di hatiku.
“Kenalin, aku Dennis, cowoknya Zahra,” kata Dimas sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya padaku.
“Erdhio,” jawabku singkat sambil membalas uluran tangannya dengan senyum yang kupaksakan.
“Kami berdua saling diam untuk beberapa saat. Aku merasa minder dan salting. Sedangkan Dennis, aku tidak tahu perasaannya. Ekspresinya datar dan dingin. Sementara Zahra sedang masuk ke dalam rumahnya.
“Kak Erdhio…, Dennis sayang, nih minumannya,” tiba-tiba Zahra sudah ada di teras sambil membawa baki berisi minuman jeruk dan gorengan.
“Wah…kebetulan nih aku lagi haus dan laper,” Dennis melonjak kegirangan. “Er, sini, ada kupadan lezat, nih!” ajak Dennis.
“I..Iya”
Aku duduk agak jauhan dari mereka berdua. Aku tak berminat menyentuh minuman segar dan martabak lezat yang disuguhkan oleh Zahra tadi. Air mataku rasanya mau tumpah.
“Kak Erdhio, nih, diambil makanannya atau minum? Gih,” Zahra menyuruhku.
Aku menggeleng pelan. Mereka berdua lalu kembali melanjutkan percakapannya yang tertunda gara-gara datangnya aku tadi. Di sini, aku merasa tidak dibutuhkan, dan aku merasa menjadi pengganggu saja. Maka, aku berniat untuk pulang saja. Tapiii, aku harus beralasan apa?
“Zahra, Dennis, aku, pulang dulu, ya?” pamitku sambil berdiri.
“Kenapa??” tanya mereka berdua kompak
“A..anu..aku ada les,” jawabku gugup
“O..? Ya sudah,” jawab Zahra “ Hati-hati, ya!?” sambungnya bersamaan dengan Dennis aku mengangguk pelan, lalu berpaling dan pergi ke arah di mana motorku kuparkir. Kupasang helmku, lalu kustarter motorku. Tanpa banyak basa-basi, aku segera keluar dari halaman rumah Zahra.
Sepuluh menit kemudian, aku telah sampai di rumahku. Aku langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam seperti biasanya kepada ibuku. Aku segera masuk kamar, dan mengunci pintunya. Emosiku memuncak. Tiba-tiba, pandanganku terpicing pada kaca lemariku. Dengan spontan – karena dorongan emosi, aku menuju kaca lemari itu dengan tangan kananku.
PYARRRRR!!
Kaca lemariku pun pecah, jatuh berkeping-keping di lantai. Aku merasa tanganku basah dan perih. Kuangkat dan kulihat tangan kananku. Berdarah! Aku pun berteriak keras-keras dan sekuat tenagaku. Tiba-tiba aku merasa limbung dan kepalaku terasa berat.
BRUKK!!
Aku tumbang di lantai kamarku. Aku pingsan. Dan aku tak tau apa-apa lagi setelah itu. Yang aku tahu, setelah aku siuman, aku sudah berada di sebuah ruangan yang berwarna serba putih, dan berbau alkohol dan obat-obatan. Dengan keadaan pusing kulihat tanganku diinfus dan terdapat selang penyaluran darah di lengan tanganku, mungkin aku memang terlalu banyak mengeluarkan darah. Aku menatap langit-langit ruangan itu yang berwarna putih pula. Teringat wajah Zahra. Lalu aku memejamkan mata agar aku bisa lupa sama Zahra. Lalu, aku menoleh ke kiri, di sofa yang juga berwarna putih, aku melihat ibuku tertidur di sana. Aku kasihan pada beliau.
Aku menghela nafas. Aku menarik kesimpulan, apa yang kita harapkan, selalu menjauh dari kenyataan. Dan cinta bisa merubah segalanya. Dan aku mulai kini tak akan rapuh lagi hanya karena cinta, dan aku akan meneguhkan hatiku untuk menanti cinta sejatiku.

0 komentar: